Informasi lebih lanjut hubungi 0811914812 / 081294084328

News & Blog

Menakar Kandidat Capres dan Perilaku Pemilih dalam Pemilu Presiden 2014

News & Blog

PRESS RELEASE

(Rilis Temuan Survei Nasional 13 September – 11 Oktober 2013)

Pol-Tracking Institute mengeluarkan hasil survei nasional bertajuk “Menakar Kandidat Capres dan Perilaku Pemilih dalam Pemilu Presiden 2014”. Seluruh kegiatan riset survei dilakukan pada 13 September 2013 hingga 11 Oktober 2013 secara serempak di 33 provisi di seluruh Indonesia dengan jumlah sampel sebanyak 2010 responden berusia minimal 17 tahun. Berdasarkan hal ini, diperkirakan margin of error sebesar +/-2,19% pada tingkat kepercayaan 95%. Penarikan sampel survei ini menggunakan metode multi-stage random sampling, sedangkan pengambilan data melalui wawancara tatap muka dengan kuesioner.

Ada beberapa temuan menarik dari hasil survei nasional ini. Jika tidak ada ‘goncangan’ politik nasional, berdasarkan survei ini, angka partisipasi pemilih dalam pemilu 2014 mendatang cenderung tinggi, jika dipotret dari minta pemilih. Hal ini dikonfirmasi oleh persentasi publik-pemilih yang menyatakan berminat memberikan suaranya dalam pemilu presiden sebesar 40% menyatakan ‘sangat berminat’ dan 44% menyatakan ‘cukup berminat’. Namun, dengan catatan pemilih tentunya terdaftar dalam Daftar Pemilih tetap (DPT). Perbandingan data partisipasi pemilu presiden ini juga mengkonfirmasi bahwa perilaku memilih publik cenderung ditentukan oleh figur atau tokoh kandidat.

Temuan selanjutnya, ketika ditanya preferensi pemilih terhadap usia capres, mayoritas tidak menjadikannya sebagai preferensi utama, ada 42% pemilih menyatakan usia capres bukan sebuah pertimbangan memilih. Sementara capres dari kalangan generasi muda (36%) cenderung disukai dibandingkan generasi tua (17%). Artinya, publik-pemilih yang menginginkan hadirnya capres dari generasi baru dalam Pemilu Presiden 2014 cukup besar, kendatipun mayoritas tidak mempersoalkan usia capres.

Kebanyakan pemilih masih menempatkan laki-laki sebagai pemimpin (baca: capres dan cawapres), yaitu sebesar 66%. Hanya 27% yang menyatakan laki-laki/perempuan sama saja. Sementara itu ada 4% pemilih yang mendorong hadirnya perempuan sebagai capres, sehingga isu capres laki-laki atau perempuan masih cukup determinan menentukan pilihan publik.

Masih ada 34% pemilih yang menyatakan bahwa suku/etnis mempengaruhi pilihan capres mereka. Hanya 55% yang menyatakan tidak berpengaruh. Jika lebih diperdalam, hanya 27% diantaranya berpotensi akan memilih capres bersuku Jawa. Sementara 60% pemilih tidak terpengaruh latar belakang suku Jawa/Non-Jawa. Artinya, lebih dari separuh pemilih tak lagi menjadikan sentimen suku sebagai pertimbangan memilih.

Tingkat keterpilihan Jokowi (37,46%) yang jauh meninggalkan kandidat lainnya seperti Prabowo (11,72%) dan Aburizal Bakrie (11,67%) menjelaskan pada skenario pilihan pasangan capres dan cawapres beberapa tokoh. Jokowi adalah tokoh yang berangkat dari kepala daerah, Aburizal Bakrie berangkat dari profesional, dan Prabowo berangkat dari militer. Artinya, setiap tokoh baik dari kalangan kepala daerah, profesional maupun militer mempunyai kesempatan yang sama sebagai capres maupun cawapres. Terutama tokoh dari profesi kepala daerah ternyata berhasil masuk dalam orbit elektabilitas tertinggi, merupakan fenomena baru sepanjang perjalanan demokrasi elektoral Indonesia

Dalam simulasi elektabilitas capres ketua umum partai, Aburizal Bakrie (17,04%) menduduki posisi puncak disusul kemudian Prabowo (15,75%) dengan selisih 1,29%. Elektabilitas ini berbeda dengan elektabilitas capres ‘top of mind’ dimana Probowo lebih unggul dibandingkan Aburizal Bakrie dengan selisih tipis sebesar 0,05%. Terkait hal ini, dalam elektabilitas ‘top of mind’ muncul beberapa nama seperti Jokowi, Jusuf Kalla, Mahfud MD, atau Dahlan Iskhan yang bukan pimpinan partai. Artinya, melihat perbandingan suara Aburizal Bakrie dan Prabowo di dua grafik elektbailitas tersebut, perbedaan posisi elektabilitas ini dipengaruhi oleh hadir-tidaknya tokoh non-pimpinan partai.

Karakter capres yang meliputi integritas (97.14%), empati (95,36%), kemampuan (93,23%), dan pengalaman memimpin (93,09) adalah karakter-karakter penting yang harus dimiliki oleh kandidat capres menurut publik. Sementara “penampilan menarik” merupakan karakter yang paling kurang penting dalam pandangan publik (60,10). Sedangkan tingginya aspek ‘kemampuan menyelesaikan masalah’ (47,9%) dibandingkan poin lainnya sebagai pertimbangan memilih publik, menjelaskan bahwa pemilih Indonesia kini tidak lagi mudah dipengaruhi oleh komunikasi retoris di depan publik dan latar belakang personal capres.

Visi/Gagasan/Program (38,72%) dan pengalaman/rekam jejak memimpin (31,41%) merupakan 2 informasi terpenting tentang figur capres bagi publik. Dan informasi seputar latar keluarga hanya dianggap penting oleh 6,91%, bahkan latar partai hanya dianggap perlu oleh 2,91 % responden. Artinya infrormasi yang paling dibutuhkan public seputar figure kandidat adalah tawaran gagasan program dan pengalaman (track record).

Jakarta, 22 Desember 2013

Hanta Yuda AR

Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

We take processes apart, rethink, rebuild, and deliver them back working smarter than ever before.