SUARAKARYA.COM – Berdasarkan sejumlah survei, publik masih merindukan pemimpin yang tegas untuk memimpin bangsa ini. Dalam konteks itu, pasangan capres dan cawapres yang salah satunya memiliki latar belakang militer masih kuat dihendaki publik.
Pendapat itu disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional (LSN) Umar S Bakry, peneliti Pol-Tracking Institute Agung Baskoro, dan pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi di Jakarta, Minggu (23/2).
“Kalau capresnya dari tokoh sipil, publik menghendaki cawapresnya dari tokoh kalangan militer. Begitu juga sebaliknya,” kata Umar S Bakry.
Dalam setiap survei yang dilakukan Lembaga Survei Nasional (LSN), menurutnya, harapan publik kepada sosok berlatar belakang militer selalu mengemuka.
“Jika kita tanyakan kepada publik mana lebih diinginkan, capres atau cawapres berlatar belakang sipil atau militer, lebih dari 60 persen masih menghendaki tokoh dengan background militer,” kata Umar.
Ia menambahkan, pada dasarnya publik merindukan pemimpin yang tegas. Dalam asosiasi publik, sikap tegas itu umumnya menjadi karakter seorang militer.
“Untuk tokoh potensial dari kalangan TNI, sejauh ini baru enam tokoh yang masuk hitungan, yaitu Prabowo, Wiranto, Pramono, Endriartono, Djoko Suyanto, dan Moeldoko,” kata Umar.
Agung Baskoro mengatakan, duet sipil dan militer akan saling melengkapi. Menurutnya, tokoh berlatar belakang militer masih sangat dibutuhkan, bahkan posisinya sangat strategis. Nilai jualnya pun patut diperhitungkan.
“Maka, dalam satu paket apabila presidennya berasal dari kalangan sipil, idealnya wakil presiden berasal dari kalangan berlatar belakang militer. Begitu pun sebaliknya, apabila presidennya berlatar militer, maka wakilnya dari kalangan sipil,” ujarnya.
Mereka yang mempunyai latar belakang militer, menurut Agung, setidaknya mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang lengkap tentang pertahanan dan keamanan di negeri ini. Apalagi, apabila ia adalah mantan Panglima TNI atau setidaknya pernah menjadi kepala staf angkatan.
Beberapa tokoh berlatar belakang militer yang layak dipertimbangkan sebagai calon pemimpin adalah Pramono Edhie, Prabowo, Wiranto, Endriartono Sutarto, Djoko Santoso. Panglima TNI sekarang, Jenderal Moeldoko, adalah sederetan tokoh yang bisa ditimang sebagai calon pemimpin.
“Mengapa mereka layak untuk dipertimbangkan, karena mereka memiliki track record yang panjang dalam mengelola pertahanan dan keamanan negeri ini,” katanya.
Apalagi, menurut Agung, jika mengingat salah satu prasyarat pembangunan adalah kondisi yang stabil. Artinya, para tokoh berlatar belakang militer layak dipertimbangkan dalam kontestasi pilpres yang akan datang. Mereka dari sisi ketegasan tidak diragukan lagi. Ketegasan itulah yang kini sangat dinanti oleh publik.
Ari Junaedi mengatakan, menjelang pemilu presiden (pilpres), wacana seorang calon presiden atau wakil presiden harus berlatar militer terus mengemuka. Jika presidennya berasal dari sipil, alangkah tepat jika wakil presidennya berasal dari militer. Demikian pula sebaliknya, jika presidennya dari militer, sebaiknya pendampingnya berlatar belakang militer. “Seperti aturan tidak tertulis, pakem ini masih dipercaya hingga kini demi kestabilan politik di Indonesia,” ujar Ari.
Sementara itu, berdasarkan survei capres yang dilakukan oleh PolcoMM Institute, nama Raja Dangdut Rhoma Irama yang sudah cukup lama digadang-gadang untuk diusung menjadi calon presiden dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), ternyata masih belum mampu merebut hati partai Islam.
“Elektabilitas Rhoma Irama berada di urutan sepuluh dari sepuluh nama yang diperkirakan maju sebaga capres dari partai Islam. Rhoma mendapat 0,7 persen,” kata Heri.
Dua tokoh pesaing Rhoma yang juga digadang PKB, mantan Wapres Jusuf Kalla dan mantan Ketua MK Mahfud MD justru lebih diunggulkan. Berdasarkan survei, JK memperoleh angka 17,6 persen dan menempati posisi pertama capres yang akan diusung oleh partai Islam.
Elektabilitas JK diikuti Ketua Umum PAN Hatta Rajasa dengan 10,8 persen. Kemudian Ketua Dewan Syuro PBB Yusril Ihza Mahendra dengan 9,3 persen, mantan Ketua MK Mahfud MD 7,3 persen, dan Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid 4,2 persen.
Direktur PolcoMM Institute Heri Budianto menyebut potensi pemilih JK didominasi oleh responden dari Indonesia timur. “Publik menilai positif kinerja JK di bidang sosial dan pelayanan masyarakat,” kata Heri.
Dalam kesempatan terpisah, Hatta Rajasa dinilai berpengalaman di pemerintahan. Geri mengatakan, Hatta juga dinilai sebagai sosok yang diterima oleh semua kalangan dan potensi pemilih dari wilayah sebagian Sumatera dan sebagian Jawa.
Sementara itu, Lembaga Survei and Polling Indonesia (SPIN) mengumumkan hasil surveinya bahwa responden ingin pasangan calon presiden dan calon wakil presiden berasal dari kombinasi etnis Jawa dan non-Jawa.
“Dari total responden, sebanyak 51,4 persen responden setuju dan sangat setuju tentang kombinasi presiden dan wakil presiden dari etnis Jawa dan non-Jawa,” kata Direktur Eksekutif SPIN Danny Indrianto. (Rully/Yudhiarma)
Sumber: Suara Karya Online, 24 Februari 2014