Poltracking Indonesia merilis hasil survei nasional pemilu presiden dan pemilu legislatif yang dilaksanakan pada 1- 8 April 2019 secara serempak 34 provinsi di seluruh Indonesia. Survei ini menggunakan metode multistage random sampling dalam penarikan sampel. Jumlah sampel dalam survei ini adalah 2000 responden dengan margin of error +/- 2.2% pada tingkat kepercayaan 95%.
Temuan pokok dan analisis hasil survei ini dapat dijelaskan sebagaimana berikut:
I. Pemilu Legislatif
Pertama, Survei elektabilitas partai berdasarkan simulasi kertas suara bahwa PDIP (20.8%), Partai Gerindra (12.2%) dan Partai Golkar (11.3%) menjadi partai yang paling banyak dipilih oleh responden. Kemudian disusul PKB (8.6%), Partai Nasdem (6.6%), Partai Demokrat (6.4%), PKS (6.0%), PAN (5.1%), PPP (4.8%), Partai Perindo (2.5%), Partai Hanura (1.5%), PSI (1.3%), PBB (0.8%), Partai Berkarya (0.7%), PKPI (0.2%), Partai Garuda (0.1%). Sementara itu, publik yang belum menentukan pilihan atau tidak menjawab pertanyaan (undecided voters) sebesar 11.0%.
Kedua, berdasarkan model ekstrapolasi, PDIP unggul dari partai lainnya dengan elektabilitas sebesar 23.5%, diikuti Partai Gerindra (13.7%), Partai Golkar (12.8%), PKB (9.7%), Partai Nasdem (7.5%) dalam urutan 5 besar. Pada model ini diprediksi hanya ada 9 partai yang akan lolos parliamentary treshold (ambang batas parlemen) 4%, yakni PDIP, Partai Gerindra, Partai Golkar, PKB , Partai Nasdem, disusul Partai Demokrat (7.2%), PKS (6.7%), PAN (5.7%) dan PPP (5.4%). Ditambah Perindo (2.8%) yang berpotensi menjadi partai ke-10 yang lolos ke senayan karena elektabilitas ekstrapolasi pada survei ini dalam rentang toleransi kesalahan (margin of error) sebesar 2.2%. Sementara partai-partai baru lainnya diprediksi belum ada yang lolos ke parlemen.
Ketiga, terkait kemantapan pemilih partai politik, partai Nasdem (64.1%) dan PAN (61.2%) adalah partai dengan kemantapan pemilih (strong voters) terbesar dibandingkan dengan partai lainnya yang memiliki pemilih kuat di atas 50%.
Keempat, jika dibandingkan hasil Pileg 2014, Partai Gerindra dan PDIP diprediksi mengalami tren kenaikan suara, sementara PKB, Partai Nasdem dan PKS diprediksi cenderung stabil. Sementara itu, Partai Golkar, Demokrat, PPP, PAN dan Hanura diprediksi mengalami penurunan suara.
Kelima, peta elektabilitas partai berdasarkan demografi wilayah, PDIP yang diprediksi kembali memenangkan Pileg 2019 memiliki basis suara yang cukup kuat di Jawa Tengah–DIY (29.0%), Bali–Nusa (43.0%) dan Kalimantan (28.5%). Sementara di Jawa Barat, PDIP (18.6%) berkompetisi ketat dengan Partai Gerindra (16.9%), di Jawa Timur PDIP (22.1%) dengan PKB (17.9%). Kemudian, di Sulawesi Partai Nasdem (14.8%) terlihat sengit dengan PDIP (15.0%). Partai Gerindra yang diprediksi akan menempati posisi kedua memiliki basis yang kuat di Banten-DKI Jakarta (29.5%) dan sebagian Sumatera (12.9%). Sementara Partai Golkar yang melengkapi prediksi tiga besar pemenang Pileg 2019 memiliki basis yang cukup kuat di sebagian Sumatera (14.1%) dan Papua-Maluku (24.1%), meskipun berselisih dekat dengan Partai Gerindra di Sumatera (12.9%) dan PDIP di Papua-Maluku (21.8%).
Keenam, dari ekstrapolasi (angka prediktif) elektabilitas partai, maka koalisi partai-partai pendukung 01 yang diprediksi lolos ke Senayan (PDIP, Golkar, Nasdem, PKB, PPP) memperoleh total suara 58.9% suara dan koalisi partai-partai pendukung pasangan 02 yang diprediksi lolos PT 4% (Gerindra, PKS, PAN, Demokrat) memperoleh suara 33.3%. Sementara total suara partai yang diprediksi tidak lolos ke Senayan baik dari koalisi 01 maupun koalisi 02 adalah 7.8%. sementara itu perkiraan jumlah kursi koalisi 01 adalah 367 kursi. Sementara untuk koalisi 02 adalah 208 kursi.
Ketujuh, prediksi ini menjelaskan dua hal. Pertama, efek ‘ekor jas’ dari penyerentakan pemilu presiden dan pemilu legislatif bisa jadi akan bekerja pada pemilu 2019 di Indonesia. Kedua, pemerintah (pasangan pemenang) diharapkan mampu menjalankan pemerintahan secara efektif sejak tahun pertama karena berpotensi didukung oleh koalisi partai pendukung yang juga menguasai mayoritas kursi dewan. Hal ini berarti bahwa blok koalisi bipolar akan tercipta di Senayan.
II. Elektabilitas Presiden
Pertama, dalam konteks pemilu presiden 2019, survei ini menunjukkan bahwa dalam simulasi pertanyaan melalui kertas suara, elektabilitas pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin unggul dengan raihan suara 53.3% dari pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno (39.7%). Interval selisih elektabilitas kedua pasangan capres-cawapres terpaut 13.6% dengan jumlah undecided voters 7.0%. Dengan ini berarti sisa pemilih yang belum menentukan pilihan dan tidak menjawab pada saat survei adalah satu digit atau di bawah 10%.
Kedua, berdasarkan peta geografis kelompok pulau-pulau besar di Indonesia, Kalimantan (70.0%), Bali-Nusa (78.0%) dan Indonesia Timur menjadi basis suara Joko Widodo-Ma’ruf Amin dengan kekuatan utama di Jawa Timur (60.9%), Jawa Tengah dan DIY (67.4%). Sementara Sumatera (54.5%) dikuasai Prabowo Subianto–Sandiaga Salahuddin Uno dengan Banten–DKI Jakarta (56.7%) dan Jawa Barat (57.2%) menjadi basis suara utama.
Ketiga, berdasarkan peta demografis, pemilih muslim cenderung berimbang untuk memilih di antara kedua pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin (47.9%) & Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno (44.9%), sementara pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin justru kuat di pemilih Protestan & Katolik (85.6%) serta agama lainnya (83.6%).
Pada klaster gender, pemilih laki-laki (53.1%) maupun perempuan (53.6%) cenderung memilih Joko Widodo-Ma’ruf Amin dibanding Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno (39.4% & 40.0%). Berdasarkan usia, hampir seluruh generasi cenderung memilih Joko Widodo-Ma’ruf Amin, hanya pada generasi Z dan silent gen yang diprediksi menjadi perebutan yang ketat diantara kedua pasangan.
Berdasarkan tingkat penghasilan, hampir seluruh jenis penghasilan cenderung memilih Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Hal yang sama terjadi pada jenis pekerjaan/profesi yang hampir seluruhnya memilih Joko Widodo-Ma’ruf Amin, hanya pada Pelajar/Mahasiswa keduanya bertarung ketat. Sementara pada taraf Pendidikan terbelah menjadi dua, pendidikan SMP/berpendidikan rendah ke bawah banyak pemilih Joko Widodo-Ma’ruf Amin, sementara Diploma ke atas/berpendidikan tinggi banyak memilih Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno. Sementara persaingan ketat terjadi di kalangan berpendidikan SMA dengan elektabilitas terhdadap Joko Widodo-Ma’ruf Amin (45.7%) berbanding Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno (48.2%).
Keempat,berdasarkan kepuasan terhadap kinerja pemerintah, banyak pemilih yang merasa puas dengan pemerintahan Jokowi-JK adalah pemilih Joko Widodo-Ma’ruf Amin (72.0%), sementara pemilih yang tidak puas terhadap pemerintah banyak pemilih Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno (80.5%). Di sisi lain, pemilih kedua pasangan mayoritas telah mantap dengan pilihannya, yakni Joko Widodo-Ma’ruf Amin (74.6%) & Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno (61.4%).
Kelima,terkait kemantapan pemilih presiden-wakil presiden, baik pemilih pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin (74.6%) dan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno (61.4%) sudah mantap dengan pilihannya di atas 50%. Sedangkan angka potensi partisipasi mencoblos presiden-wakil presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin di angka 53.2% dan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno sebesar 40.9%.
Keenam, pada predictive model, dimana model statistik ini menghasilkan nilai probabilitas yang kemudian digunakan untuk memprediksi arah pemilih yang belum menentukan pilihan (undecided voters), dihasilkan angka elektabilitas Joko Widodo-Ma’ruf Amin (54.5%) mengungguli Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno (45.5%). Namun demikian, jika merunut pada MoE 2.2%, maka rentang potensi perolehan suara Joko Widodo-Ma’ruf Amin adalah antara 52.3% hingga 56.7%, sedangkan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno berkisar antara 43.3% hingga 47.7%.
Ketujuh, angka ini menjadi nilai akhir yang diprediksi sesuai dengan hasil rekapitulasi suara KPU, dimana Joko Widodo-Ma’ruf Amin diprediksi akan memenangi pertarungan Pilpres. Namun bukan berarti kesempatan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno memenangi Pilpres tertutup, masih terbuka kesempatan memenangi Pilpres 2019 di sisa masa waktu menuju hari H pemilihan. Oleh karena itu, masa-masa menuju hari H pemilihan menjadi momen yang krusial bagi kedua pasangan.
April, 13 April 2019
Hanta Yuda AR
Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia
Contact Person :
Arya Budi (081392028111)
M. Iqbal Themi (082306633022)
LAMPIRAN
Metodologi Survei
1. Klasterisasi: Populasi pemilih dikelompokkan berdasarkan 80 Daerah Pemilihan (Dapil) DPR-RI. Selanjutnya sampel dipilih secara berjenjang di masing-masing klaster (Dapil).
2. Tahap 1: Primary Sampling Unit (PSU) pada survei ini adalah tingkat desa/kelurahan secara proporsional di seluruh Daerah Pemilihan yang dipilih secara acak. Jumlah responden pada masing-masing PSU adalah 10 responden.
3. Tahap 2: Dari masing-masing desa/kelurahan terpilih, didaftarkan TPS yang ada, untuk dipilih 5 TPS secara acak (5 TPS dari setiap desa/kelurahan terpilih) atau kurang dari 5 TPS (jika desa/kelurahan terkait hanya terdapat kurang dari 5 TPS).
4. Tahap 3: Dari masing-masing TPS terpilih, populasi DPT yang ada di setiap TPS dipilih secara acak secara seimbang laki-laki dan perempuan (stratifikasi gender), seperti 1 laki-laki dan 1 perempuan atau 2 laki-laki dan 2 perempuan, dan seterusnya berdasarkan jumlah/populasi TPS di setiap desa/kelurahan. Terdapat desa/kelurahan dengan jumlah TPS puluhan hingga ratusan, ada juga desa yang hanya punya kurang dari 5 TPS.
5. Instrumen pengambilan data yang meliputi kuesioner dan peraga simulasi surat suara disesuaikan berdasarkan 80 Dapil DPR RI dengan daftar caleg sesuai dengan masing-masing Dapil sebagaimana simulasi surat suara dari KPU.
Desain Prediktif Model Elektabilitas Pilpres
1. Terdapat Pemilih yang belum menentukan pilihan (undecided voters).
2. Model yang digunakan untuk memprediksi arah pilihan dari Undecided Voters menggunakan model/metode klasifikasi Naïve Bayes.
3. Data dibagi menjadi 2 kelompok utama, yaitu:
a. Data A : Data pemilih yang sudah menentukan pilihan.
b. Data B : Total seluruh data Undecided Voters.
4. Data A secara statistik adalah dasar atau basis untuk model prediksi. Data A dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Data A1 : 80% dari total Data A, merupakan data training untuk membuat model prediksi.
b. Data A2 : 20% dari total Data A, merupakan data test untuk memastikan model yang dibentuk dari Data A1 sudah cukup baik atau tidak.
5. Apabila model yang terbentuk dari Data A1 dinilai sudah cukup baik dalam memprediksi Data A2, maka model dapat diaplikasikan untuk melakukan prediksi arah pilihan Undecided Voters.
6. Dari model yang terbentuk, didapatkan nilai peluang (probabilitas). Probabilitas dari model tersebut kemudian digunakan untuk memprediksi pilihan dari Undecided Voters.