KOMPAS.COM – Direktur Eksekutif Poltracking Institute Hanta Yuda menilai proses penyusunan struktur kepengurusan Partai Golkar sama sekali mengabaikan prinsip meritokrasi atau dipilih berdasarkan kemampuannya.
Padahal menurut Hanta, salah satu substansi demokrasi ialah memunculkan para pemimpin partai politik yang berkualitas.
Artinya pemimpin terpilih dengan pemilihan demokratis, karena terbukti mampu mengelola partai. Dengan demikian, pemimpin bukan terpilih karena sekadar mampu membiayai partai.
“Sebelum ngomong kepengurusan, kita lihat saja proses pemilihan Ketua Umum Golkar yang masih menggunakan demokrasi prosedural, ketua umum yang terpilih bukan benar-benar figur terbaik di partai,” kata Hanta saat dihubungi Kompas.com, Jumat (27/5/2016).
Dia menambahkan, hal itu pun terbawa dalam menyusun struktur kepengurusan Partai Golkar saat ini.
Nama-nama yang dianggap bermasalah pun masuk ke dalam rencana struktur kepengurusan Partai Golkar. Padahal, nama-nama itu pernah divonis bersalah secara hukum dan etik.
“Penyebab orang-orang yang punya rekam jejak kurang bagus masuk ke rencana struktur kepengurusan partai ya karena proses penyusunannya tidak berbasis meritokrasi yang mempertimbangkan kualitas dalam mengelola partai, seperti dalam pemilihan ketua umumnya,” tutur Hanta.
Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto memang belum mengumumkan nama-nama yang masuk dalam kepengurusan secara resmi.
Namun, saat ini sudah beredar daftar kepengurusan Partai Golkar, disertai nama dan jabatan yang diemban.
Anggota formatur Roem Kono membenarkan susunan kepengurusan dalam daftar sementara yang sudah beredar luas di kalangan wartawan itu.
Sejumlah orang yang pernah divonis bersalah, baik secara hukum maupun etik, masuk ke dalam daftar sementara kepengurusan Partai Golkar yang baru.
Setidaknya, ada empat pengurus yang dianggap bermasalah. Mereka adalah Ketua Harian Nurdin Halid, Ketua Bidang Hubungan Legislatif dan Lembaga Politik Yahya Zaini, Ketua DPP Golkarbidang Pemuda dan Olahraga Fahd El Fouz, dan Ketua Pemenang Pemilu Wilayah Jawa Timur Sigit Haryo Wibisono.
Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2016/05/28/07430031/Ketum