MERDEKA.COM – Pemilihan Umum 2014 sebentar lagi akan digelar. Tak sedikit caleg yang telah menerima mandat dari partai politiknya masing-masing sudah berlomba-lomba ‘jual diri’ agar menarik simpati hingga pada akhirnya memperoleh suara dari rakyat sebagai pemilih.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menuturkan dewasa ini tak jarang pemilih tidak ikut memilih caleg yang ada lantaran berspekulasi Pemilu yang digelar tak ada gunanya.
“Survei mengapa tidak memilih, karena menurut para pemilih pemilu tidak ada gunanya. Tidak ada perubahan yang diberikan dari Caleg yang ditawarkan,” ujar Titi dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (15/3).
Tidak menggunakan hak suaranya, lanjut Titi, lantaran para pemilih tidak yakin terhadap visi dan misi yang acap kali diumbar oleh para Calon Legislatif (Caleg).
“Pemilih tidak mengetahui rekam jejak caleg yang disuguhkan oleh parpol,” tuturnya.
Titi menganalogikan seorang Caleg dengan sebuah menu makanan yang sudah disiapkan partai politik tanpa diketahui bagaimana proses pembuatan makanan tersebut.
“Selama ini kita tidak tahu menu yang diracik partai di dapurnya. Tapi ketika jadi prasmanan, harus dipilih. Kita harus pasrah dengan menu apa saja yang disajikan,” katanya.
“Masyarakat hanya menonton. Tidak ada pilihan,” tandas Titi.
Jokowi penentu PDIP
Sementara itu Direktur Pol-Tracking Institute, Hanta Yuda menyebut partai politik harus menyuguhkan ‘figur’ yang mampu mendongkrak elektabilitas dan menjadi magnet bagi para pemilih.
“Seperti Partai Demokrat pada 2004 dan 2009, kita tak bisa membantah itu faktor kuatnya adalah SBY ,” ujar Hanta dalam diskusi di Warung Daun, Jakarta Pusat, Sabtu (15/3).
Tahun ini, tambah Hanta, tidak dapat dipungkiri bahwa Jokowi merupakan sosok figur pejabat yang tengah dielu-elukan. Hal itu ditambah saat pria yang mempunyai nama lengkap Joko Widodo ini mendeklarasikan diri maju capres kemarin.
“Dan sekarang ada Jokowi jadi faktor kuat PDIP ,” ucap Hanta.
Hanta menambahkan, Pemilu sehat bisa berlangsung jika ada perombakan di dalam tubuh partai. Figur-figur yang punya pengaruh kuat itu harus digeser ke dalam kelembagaan partai.
“Sekarang kan (figur yang kuat). Misalnya PDIP dengan Jokowi efeknya, Gerindra terkatrol oleh Prabowo, Demokrat dulu karena faktor SBY , Hanura juga karena Wiranto,” tandasnya.
Sumber: Merdeka.com, Sabtu 15 Maret 2014