Evaluasi Publik Terhadap Kinerja 6 Bulan Pemerintahan Jokowi-JK
(Rilis Hasil Survei Nasional, 23-31 Maret 2015)
Pada hari ini, 19 April 2015, Poltracking Indonesia mengeluarkan hasil survei nasional yang dilaksanakan pada 23-31 Maret 2015. Hari ini juga adalah hari yang tepat untuk mengevaluasi satu semester kinerja pemerintahan Jokowi-JK karena tepat 1 semester setelah Jokowi-JK dilantik pada 20 Oktober 2014 lalu. Survei ini menggunakan metode multistage random sampling dengan jumlah sampel 1200 responden dan margin of error +/- 2.9% pada tingkat kepercayaan 95%.
Ada beberapa temuan menarik dari hasil survei nasional terkait dengan evalusi kinerja pemerintahan kali ini. Pertama, terkait dengan kinerja pemerintahan Jokowi-JK selama 6 (enam) bulan, sebanyak 48,5% publik menyatakan tidak puas (gabungan sangat tidak puas 5,8% dan kurang puas, 42,7%), dan hanya 44 % mengatakan puas, (sangat puas 3,5% dan cukup puas 40,5%), sementara 7,5% mengaku tidak tahu/tidak jawab. Tingginya ketidakpuasan publik itu masuk akal mengingat janji-janji pemerintahan Jokowi-JK dalam mengimplementasikan program Nawacita masih belum maksimal.
Kedua, terkait dengan kinerja Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, hanya 47% publik yang menyatakan puas dengan kinerja Jokowi (sangat puas, 3,9% dan cukup puas, 43,1%), sedangkan kinerja Jusuf Kalla hanya 44,8% (sangat puas 2,8% dan cukup puas 42%). Angka tersebut wajar mengingat Jokowi selama ini lebih banyak tampil ke publik (seperti blusukan) ketimbang Jusuf Kalla.
Ketiga, kekecewaan publik paling tinggi berada di bidang ekonomi sebesar 66,6% (sangat tidak puas 14,4% dan kurang puas 52,2%), disusul bidang hukum sebesar 55,6% (sangat tidak puas 12,9% dan kurang puas 42,7%), dan bidang keamanan 50,7% (tidak puas 8,3% dan kurang puas 42,4%). Hanya bidang pendidikan, (51.4%) dan kesehatan (52,7%) yang mampu mencatatkan diri dengan raihan di atas ambang batas 50%.
Keempat, terkait dengan perombakan kabinet, sebanyak 41,8 % publik setuju (gabungan sangat sejutu 5,8% dan cukup setuju 36%), dan hanya 28% yang tidak menghendaki terjadinya perombakan (sangat tidak setuju 3,9% dan kurang setuju 24,1%), sementara 30,2% tidak tahu/tidak jawab .
Tentu saja, temuan survei ini dapat dijadikan bahan evaluasi untuk memperbaiki kinerja pemerintahan saat ini. Pertama, pemerintahan Jokowi-JK diharapkan segera meningkatkan kualitas kinerja dengan menggenjot berbagai program dan agenda pemerintahan agar sesuai dengan yang ditargetkan. Program Nawacita dan agenda revolusi mental harus benar-benar direalisasikan sesuai janji kampanye. Kedua, pemerintahan Jokowi-JK sebaiknya membangun komunikasi politik dengan baik. Karena boleh jadi, rendahnya kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan saat ini karena tidak adanya komunikasi yang sinergis, sehingga tidak terjalin koordinasi yang mampu menghasilkan komunikasi publik yang efektif.
Ketiga, sebagai langkah ekstrem, bila memang diperlukan, Presiden Jokowi dapat melakukan perombakan kabinet. Selain berfungsi sebagai penyegaran, perombakan dilakukan untuk memperbaiki performa dan kinerja Kabinet Kerja.
Hanta Yuda AR
Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia