KOMPAS.COM — Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie berencana kembali maju sebagai calon ketua umum dalam Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar selanjutnya. Namun, jika maju kembali, Aburizal disebut paling banyak mendapat persepsi negatif dari para pakar.
Hasil survei Poltracking Institute terhadap para pakar menyebutkan bahwa mayoritas pakar dan opinion leaders tak menginginkan Aburizal memimpin lagi Partai Golkar.
“Aburizal Bakrie menjadi kandidat yang paling tak diinginkan dalam musyawarah nasional Partai Golkar, yakni sebesar 52,03 persen,” kata peneliti Poltracking Institute, Arya Budi, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (13/11/2014).
Di bawah Aburizal, sosok yang paling tak diinginkan adalah Agung Laksono (7,32 persen), Zainuddin Amali (6,5 persen), Hajriyanto Y Thohari (4,07 persen), dan Airlangga Hartarto (3,25 persen).
Selain itu, ada pula Priyo Budi Santoso (2,44 persen), MS Hidayat (1,63 persen), dan Agus Gumiwang Kartasasmita (0 persen).
Di dalam survei ini, Aburizal juga mendapat posisi bawah jika dilihat dari beberapa aspek yang dibutuhkan untuk menjadi Ketua Umum Partai Golkar.
Pada aspek integritas dan rekam jejak, Aburizal berada di posisi kedua terbawah dengan nilai hanya 4,88 persen. Di bawah Aburizal, yakni Zainuddin Amali dengan nilai 4,68 persen.
Pada aspek integritas dan rekam jejak, Hajriyanto dianggap paling unggul dengan nilai 6,59 persen. Sementara untuk aspek kompetensi dan kapabilitas, Aburizal kembali di posisi kedua terbawah dengan angka 5,67 persen. Di bawah Aburizal, nama Zainuddin Amali berada di urutan terbuncit dengan angka 4,65 persen.
“Di luar dugaan, Aburizal Bakrie hanya meraih skor 5,67 persen, hal ini tak lain lebih disebabkan dari ketidakmampuan ARB memenangkan Golkar sekaligus menjadikannya sebagai calon presiden,” katanya.
Posisi yang sama juga didapat Aburizal pada aspek visi dan gagasan, akseptabilitas publik, pengalaman dan prestasi memimpin, serta kemampuan memimpin pemerintahan dan negara. Untuk aspek komunikasi publik, Aburizal berada di peringkat kelima dengan angka 5,9 persen.
Sementara untuk kemampuan memimpin organisasi partai, Aburizal juga masih di bawah standar ketercukupan dengan angka 5,9 persen.
“Aburizal hanya meraih skor 5,9 persen disebabkan karena gagalnya Golkar meraih suara signifikan pada pemilu kemarin sehingga raihan kursi di DPR turun dan pada saat yang bersamaan, pada saat pemerintahan Jokowi-JK, Golkar malah jadi oposisi,” imbuh Arya.
Survei Poltracking Instutute pada 3-11 November 2014 itu menunjukkan nilai untuk Aburizal hanya baik dalam aspek komunikasi elite yang berada di posisi ketiga dengan nilai 6,42 persen. Aburizal hanya berada di bawah Priyo Budi Santoso (6,91 persen) dan Agung Laksono (6,52 persen).
Survei ini dilakukan terhadap pakar dengan berbagai kualifikasi bidang sosial, politik, dan humaniora. Level kepakaran terdiri dari akademisi bergelar minimal master atau peneliti senior di sebuah lembaga riset yang konsen terhadap isu sosial politik.
Riset ini menggunakan metode uji keyalayakan figur melalui tiga tingkat penyaringan, yaitu melalui uji kelayakan kandidat, focus group discussion, dan penilaian masing-masing figur terseleksi oleh para pakar dan tokoh yang memilih pengaruh opini di publik.
Kamis, 13 November 2014 | 12:26 WIB
Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2014/11/13/12265601/Survei.Para.Pakar.Tak.Ingin.Aburizal.Maju.Kembali.sebagai.Calon.Ketum.Golkar